Wah, judulnya panjang sekali ya... Tak apa lah. Minggu, 27 Juni 2010 dengan mengendarai dua sepeda motor, saya, Joko, Anom dan Dwi menuju Kota Gadis, Madiun. Rencana berangkat dari Solo pukul 08.00 supaya tidak terlalu siang, mundur menjadi pukul 09.00. :-(
Perjalanan dimulai dari kampus hijau UNS. Saya dan Joko bebroncengan menuju rumah Dwi di Tegalgede, Karanganyar. Anom kami tinggal karena terlalu lama sampai di kampus dan akhinya langsung menyusul ke rumah Dwi. Dari rumah Dwi, kami mulai berangkat ke arah gunung Lawu.
Jalan mulai menanjak dan berkelok-kelok di daerah Karangpandan. Di suatu kelokan, Joko dan Anom yang berboncengan di depan kami, tiba-tiba menghilang dari pandangan. Tiba-tiba saja pikiran saya tidak enak. Ternyata benar, Joko dan Anom mengalami kecelakaan. Mereka berdua bersama motornya, terperosok ke dalam selokan kecil di pinggir jalan. Meskipun kecil, cukup membuat mereka tidak terlihat dari jalan. Saya menyuruh Dwi, yang tidak menyadari hal ini, menghentikan motor untuk menolong mereka. Pengguna jalan yang lain juga mengehentikan laju kendaraannya untuk membantu kami. Turun dari motor dengan tergesa-gesa, tiba-tiba saya mendengar Joko dan Anom tertawa terkekeh-kekeh. Mereka bangun dari posisi jatuh dan tertawa! Gila, pikirku! Dasar teman-teman yang kocak, bukannya mengaduh kesakitan karena jatuh, mereka berdua malah semakin kencang tertawa. Rasa panik dalam diri saya hilang sudah setelah melihat mereka berdua berdiri. Untunglah mereka berdua tidak terluka parah. Hanya memar-memar dan lecet sedikit. Motor telah diangkat dengan pertolongan pengguna jalan lain dan warga sekitar yang membantu kami, sayap kiri pecah dan spion patah. Kami merasa masih dilindungi oleh Allah karena mesin motor masih bisa dihidupkan. Setelah memastikan mereka baik-baik saja, kami mulai perjalanan kami dengan mencari bengkel terlebih dahulu untuk merapikan motor.
Motor beres, Anom dan Joko sudah membersihkan diri setelah merumput di selokan. Sayap motor yang pecah ditinggal di bengkel untuk diambil setelah kami dari Madiun. Kami melanjutkan perjalanan ke arah Tawangmangu, sekarang kami lebih berhati-hati. Jalanan yang berkelok dengan panorama gunung sungguh sangat memanjakan mata kami. Udara yang segar makin membuat kami sangat menikmati perjalanan.
Kawasan wisata Tawangmangu sudah terlewati. Jalan semakin menanjak membuat mesin motor meraung tanpa kecepatan yang tinggi. Udara mulai terasa dingin karena kabut yang cukup tebal menemani perjalan kami di ruas jalan raya yang konon merupakan tertinggi di Indonesia. Ketinggian puncak ruas jalan raya ini mencapai 1830 m di atas permukaan air laut, berada di daerah Cemara Kandang.
Dari daerah Cemara Kandang kami terus melakukan perjalanan. Kami mulai masuk ke perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur di daerah Cemara Sewu, yang merupakan salah satu gerbang pendakian ke puncak gunung Lawu, selain Cemara Kandang tadi. Cemara Kandang merupakan gerbang pendakian gunung Lawu di Jawa Tengah, sedangkan Cemara Sewu di Jawa Timur. Selepas Cemara Sewu, jalanan mulai menurun. Dulu, sebelum jalur baru dibuka, turunan sangat curam, sehingga sangat membahayakan. Sekarang, jalan baru telah dibuka. Meskipun masih cukup curam, jalan baru ini lebih nyaman karena lebih lebar dan masih sangat mulus.
Selepas Cemara Sewu dengan jalanan menurun curam dan berkelok-kelok, kami sampai di kawasan telaga Sarangan. Ingin sekali rasanya masuk ke objek wisata tersebut, namun keinginan tersebut tertahan karena kami harus lebih cepat sampai ke Madiun. Dari Sarangan, kami terus turun hingga sampai ke ibu kota kabupaten Magetan. Gerah mulai terasa. Setelah Magetan, Maospati belok ke kanan dan lurus terus, sampailah di Madiun.
Akhirnya kami sampai juga di Madiun. Tujuan kami di kota Gadis (Perdagangan dan Industri), ialah rumah seorang gadis teman kami, Indri. Karena kami belum tahu pasti rumahnya, kami minta dijemput di stasiun kota Madiun. Setelah beberapa menit menunggu, gadis mungil ini muncul mengendarai motornya. 'Say hi..' dan bercanda sebentar, kami menuju rumahnya. Tak jauh dari stasiun rupanya. Lebih tepatnya di daerah Oro-oro Ombo.
Melepas lelah dengan disajikan segelah es teh yang segar, kami bercerita ngalor-ngidul. Karena waktu sudah menunjukkan wajtu dzuhur, kami sholat di mushola di belakang rumah Indri. Sekembalinya dari sholat, Indri telah menyediakan nasi rawon dan telur asin beserta sambal. Sebuah sajian makanan yang sangat menggoda lidah serta perut yang mulai lapar, hehe...
Rencana awal kami ke rumah Indri ialah ingin membawa dia ke Solo dan sesampainya di Solo akan kami berikan kejutan karena pada hari itu Indri berulang tahun yang ke-22, namun pada pagi harinya Indri memberikan kabar bahwa dia sedang kurang sehat. Rencana gagal. Terpaksa kejutan yang takterpikirkan harus dijalankan. Sesaat setelah kami pamit pulang ke Solo, tiba-tiba ide muncul. Sewaktu Indri lengah, saya mengambil segegnggam pasir dan menumpahkannya di atas kepala Indri. Happy birthday! Yah, kejutan yang kurang seru.
Kami akhirnya benar-benar pamit pulang ke Solo. Menyusuri jalan yang sama yang kami lewati tadi. Hari mulai gelap. Selepas Magetan, jalanan kembali menanjak dan berliku. Kami berkendara ekstra hati-hati ketika hutan di samping kanan dan kiri menghantui kami. Sarangan sudah berada di belakang kami, jalan semakin berliku. Di sebuah tikungan yang sangat sepi, saya melihat lampu sein motor berkedip-kedip di pinggir jalan. Di sebelahnya, terlihat samar-samar beberapa orang sedang duduk. Ah, mungkin orang sedang istirahat, pikirku. Namun, setelah benar-benar diperhatikan, motor-motor tersebut tidak dalam kedaan berdiri, melainkan terbalik! Anom menyuruh saya berhenti. Ternyata, orang-orang tadi kecelakaan. Anom turun dari motor, saya pun berbalik arah. Dwi dan Joko yang ada di belakang kami ikut berhenti dan menolong orang tadi.
Waktu tepat menunjukkan pukul 18.00. Berada di jalan di tengah hutan yang sangat sepi, dingin pula! Kami masih memberikan semangat pada keempat orang yang terlibat kecelakaan tadi. Ternyata mereka berempat merupakan sekelompok sahabat yang akan pulang ke Ponorogo setelah berlibur dari Tawangmangu. Hampir sama kondisinya seperti kami. Sinyal operator selular mereka tidak bisa dijangkau di tempat ini. Dengan kebesaran Allah, menggunakan handphone Dwi yang menggunakan operator berbeda, kami bisa menghubungi teman mereka yang sudah berada di depan meninggalkan mereka. Lebih dari setengah jam, akhirnya teman mereka sampai. Dengan luka yang cukup parah, mereka memaksakan diri mengendarai motor meneruskan perjalanan pulang.
Kami meneruskan perjalanan setelah membalas budi orang yang pada siang hari menolong kami. Ternyata tempat tadi tidak jauh dari Cemara Sewu. Di Cemara Sewu, kami berhenti sejenak untuk menunaikan sholat maghrib. Tidak jauh dari situ, di Cemara Kandang, kami beristirahat dan makan malam di warung Mas Aris. Bagi para pendaki gunung Lawu, mungkin nama ini tidaklah asing. Bersebelahan dengan warung Mbah Mo, kedua warung ini merupakan warung favorit sebelum mendaki gunung Lawu. Tidak hanya pendaki, masyarakat Solo dan sekitarnya sering juga ke warung ini pada hari Minggu. Selain suasana gunung yang sejuk, makanan-makanan di sini pun, mak nyus rasanya.
Perut kenyang, pikiran tenang, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Gelap telah benar-benar menyelimuti bumi. Kami semakin berhati-hati berkendara setelah salah seorang dari kami terjatuh pada waktu berangkat dan ditambah pula menolong orang lain yang celaka pada saat pulang. Kami tidak lupa mengambil sayap motor Joko yang dititipkan di bengkel. Akhirnya kami sampai di kampus tercinta. Beristarahat sebentar, kami pulang ke rumah masing-masing.
Perjalanan dimulai dari kampus hijau UNS. Saya dan Joko bebroncengan menuju rumah Dwi di Tegalgede, Karanganyar. Anom kami tinggal karena terlalu lama sampai di kampus dan akhinya langsung menyusul ke rumah Dwi. Dari rumah Dwi, kami mulai berangkat ke arah gunung Lawu.
Jalan mulai menanjak dan berkelok-kelok di daerah Karangpandan. Di suatu kelokan, Joko dan Anom yang berboncengan di depan kami, tiba-tiba menghilang dari pandangan. Tiba-tiba saja pikiran saya tidak enak. Ternyata benar, Joko dan Anom mengalami kecelakaan. Mereka berdua bersama motornya, terperosok ke dalam selokan kecil di pinggir jalan. Meskipun kecil, cukup membuat mereka tidak terlihat dari jalan. Saya menyuruh Dwi, yang tidak menyadari hal ini, menghentikan motor untuk menolong mereka. Pengguna jalan yang lain juga mengehentikan laju kendaraannya untuk membantu kami. Turun dari motor dengan tergesa-gesa, tiba-tiba saya mendengar Joko dan Anom tertawa terkekeh-kekeh. Mereka bangun dari posisi jatuh dan tertawa! Gila, pikirku! Dasar teman-teman yang kocak, bukannya mengaduh kesakitan karena jatuh, mereka berdua malah semakin kencang tertawa. Rasa panik dalam diri saya hilang sudah setelah melihat mereka berdua berdiri. Untunglah mereka berdua tidak terluka parah. Hanya memar-memar dan lecet sedikit. Motor telah diangkat dengan pertolongan pengguna jalan lain dan warga sekitar yang membantu kami, sayap kiri pecah dan spion patah. Kami merasa masih dilindungi oleh Allah karena mesin motor masih bisa dihidupkan. Setelah memastikan mereka baik-baik saja, kami mulai perjalanan kami dengan mencari bengkel terlebih dahulu untuk merapikan motor.
Motor beres, Anom dan Joko sudah membersihkan diri setelah merumput di selokan. Sayap motor yang pecah ditinggal di bengkel untuk diambil setelah kami dari Madiun. Kami melanjutkan perjalanan ke arah Tawangmangu, sekarang kami lebih berhati-hati. Jalanan yang berkelok dengan panorama gunung sungguh sangat memanjakan mata kami. Udara yang segar makin membuat kami sangat menikmati perjalanan.
Kawasan wisata Tawangmangu sudah terlewati. Jalan semakin menanjak membuat mesin motor meraung tanpa kecepatan yang tinggi. Udara mulai terasa dingin karena kabut yang cukup tebal menemani perjalan kami di ruas jalan raya yang konon merupakan tertinggi di Indonesia. Ketinggian puncak ruas jalan raya ini mencapai 1830 m di atas permukaan air laut, berada di daerah Cemara Kandang.
Dari daerah Cemara Kandang kami terus melakukan perjalanan. Kami mulai masuk ke perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur di daerah Cemara Sewu, yang merupakan salah satu gerbang pendakian ke puncak gunung Lawu, selain Cemara Kandang tadi. Cemara Kandang merupakan gerbang pendakian gunung Lawu di Jawa Tengah, sedangkan Cemara Sewu di Jawa Timur. Selepas Cemara Sewu, jalanan mulai menurun. Dulu, sebelum jalur baru dibuka, turunan sangat curam, sehingga sangat membahayakan. Sekarang, jalan baru telah dibuka. Meskipun masih cukup curam, jalan baru ini lebih nyaman karena lebih lebar dan masih sangat mulus.
Selepas Cemara Sewu dengan jalanan menurun curam dan berkelok-kelok, kami sampai di kawasan telaga Sarangan. Ingin sekali rasanya masuk ke objek wisata tersebut, namun keinginan tersebut tertahan karena kami harus lebih cepat sampai ke Madiun. Dari Sarangan, kami terus turun hingga sampai ke ibu kota kabupaten Magetan. Gerah mulai terasa. Setelah Magetan, Maospati belok ke kanan dan lurus terus, sampailah di Madiun.
Akhirnya kami sampai juga di Madiun. Tujuan kami di kota Gadis (Perdagangan dan Industri), ialah rumah seorang gadis teman kami, Indri. Karena kami belum tahu pasti rumahnya, kami minta dijemput di stasiun kota Madiun. Setelah beberapa menit menunggu, gadis mungil ini muncul mengendarai motornya. 'Say hi..' dan bercanda sebentar, kami menuju rumahnya. Tak jauh dari stasiun rupanya. Lebih tepatnya di daerah Oro-oro Ombo.
Melepas lelah dengan disajikan segelah es teh yang segar, kami bercerita ngalor-ngidul. Karena waktu sudah menunjukkan wajtu dzuhur, kami sholat di mushola di belakang rumah Indri. Sekembalinya dari sholat, Indri telah menyediakan nasi rawon dan telur asin beserta sambal. Sebuah sajian makanan yang sangat menggoda lidah serta perut yang mulai lapar, hehe...
Rencana awal kami ke rumah Indri ialah ingin membawa dia ke Solo dan sesampainya di Solo akan kami berikan kejutan karena pada hari itu Indri berulang tahun yang ke-22, namun pada pagi harinya Indri memberikan kabar bahwa dia sedang kurang sehat. Rencana gagal. Terpaksa kejutan yang takterpikirkan harus dijalankan. Sesaat setelah kami pamit pulang ke Solo, tiba-tiba ide muncul. Sewaktu Indri lengah, saya mengambil segegnggam pasir dan menumpahkannya di atas kepala Indri. Happy birthday! Yah, kejutan yang kurang seru.
Kami akhirnya benar-benar pamit pulang ke Solo. Menyusuri jalan yang sama yang kami lewati tadi. Hari mulai gelap. Selepas Magetan, jalanan kembali menanjak dan berliku. Kami berkendara ekstra hati-hati ketika hutan di samping kanan dan kiri menghantui kami. Sarangan sudah berada di belakang kami, jalan semakin berliku. Di sebuah tikungan yang sangat sepi, saya melihat lampu sein motor berkedip-kedip di pinggir jalan. Di sebelahnya, terlihat samar-samar beberapa orang sedang duduk. Ah, mungkin orang sedang istirahat, pikirku. Namun, setelah benar-benar diperhatikan, motor-motor tersebut tidak dalam kedaan berdiri, melainkan terbalik! Anom menyuruh saya berhenti. Ternyata, orang-orang tadi kecelakaan. Anom turun dari motor, saya pun berbalik arah. Dwi dan Joko yang ada di belakang kami ikut berhenti dan menolong orang tadi.
Waktu tepat menunjukkan pukul 18.00. Berada di jalan di tengah hutan yang sangat sepi, dingin pula! Kami masih memberikan semangat pada keempat orang yang terlibat kecelakaan tadi. Ternyata mereka berempat merupakan sekelompok sahabat yang akan pulang ke Ponorogo setelah berlibur dari Tawangmangu. Hampir sama kondisinya seperti kami. Sinyal operator selular mereka tidak bisa dijangkau di tempat ini. Dengan kebesaran Allah, menggunakan handphone Dwi yang menggunakan operator berbeda, kami bisa menghubungi teman mereka yang sudah berada di depan meninggalkan mereka. Lebih dari setengah jam, akhirnya teman mereka sampai. Dengan luka yang cukup parah, mereka memaksakan diri mengendarai motor meneruskan perjalanan pulang.
Kami meneruskan perjalanan setelah membalas budi orang yang pada siang hari menolong kami. Ternyata tempat tadi tidak jauh dari Cemara Sewu. Di Cemara Sewu, kami berhenti sejenak untuk menunaikan sholat maghrib. Tidak jauh dari situ, di Cemara Kandang, kami beristirahat dan makan malam di warung Mas Aris. Bagi para pendaki gunung Lawu, mungkin nama ini tidaklah asing. Bersebelahan dengan warung Mbah Mo, kedua warung ini merupakan warung favorit sebelum mendaki gunung Lawu. Tidak hanya pendaki, masyarakat Solo dan sekitarnya sering juga ke warung ini pada hari Minggu. Selain suasana gunung yang sejuk, makanan-makanan di sini pun, mak nyus rasanya.
Perut kenyang, pikiran tenang, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Gelap telah benar-benar menyelimuti bumi. Kami semakin berhati-hati berkendara setelah salah seorang dari kami terjatuh pada waktu berangkat dan ditambah pula menolong orang lain yang celaka pada saat pulang. Kami tidak lupa mengambil sayap motor Joko yang dititipkan di bengkel. Akhirnya kami sampai di kampus tercinta. Beristarahat sebentar, kami pulang ke rumah masing-masing.
dari solo ke mediun,klo ak yg sering dari jogja ke blitar,....heee! emang asik sob naik motor tp kudu hati2.!
BalasHapusgak mampir ke ponorogo sob?hehehe...kan deket tuh dari madiun cuma 30 km.mampir ngopi aja.hehehehe
BalasHapuswah,, ra ngajak ngajak ki?? hehe
BalasHapus>mas kuntet: wah, lebih ekstrim tuh..ckckck..kondisi tubuh harus bnr2 oke..
BalasHapus>priagoenks: waqh,,ga sempet bos,,di madiun juga ga sempet kemana-mana...kpn2 deh..
>pakbos: lha awakmu ora tau ngetok e,pakbos...hehe..main2 lah..
nice trip gan...
BalasHapussalam buat mas joko
hauwah..mas mas..do arep ne ndi wi?
BalasHapusaku dek wingi mudik lewat kono...ayo touring kono...mampir sate kelinci...°~=) ) •• °wk .wk. wk° ••=) )~ °
BalasHapusWah, berarti jalan raya Solo - Madiun via Tawangmangu - Sarangan itu lebih tinggi daripada Gunung Kelud (1.731 Mdpl), Gunung Penanggungan (1.653 Mdpl) atau Gunung Lemongan (1.650 Mdpl) di Klakah. Atau mungkin ketinggiannya sudah "separuh jalan" ke Puncak Gunung Lawu (3.265 Mdpl).
BalasHapus