Halaman

Kamis, 20 Oktober 2011

Saya & Rokok

Siapa yang tidak tahu rokok? Hampir setiap orang pasti tahu dan pernah mencicipinya, meskipun rokok ini bukanlah sejenis makanan maupun minuman. Pertama kali berkenalan dengan rokok kira-kira 19 tahun yang lalu, saat usia saya sekitar 5 tahun. Waktu itu, almarhum guru mengaji yang juga masih mbah saya sangat menikmati rokok lintingan buatan dirinya sendiri dengan menghisapnya lalu mengepulkan asap beraroma tembakau bercampur klembak, menyan dan cengkih ke dinginnya udara malam pedesaan.

Hampir setiap malam seusai pengajian yang juga dilangsungkan di rumah saya, saya mendekati mbah dan minta dibuatkan gelang-gelang asap rokok yang keluar dari mulut beliau. Beliau pun dengan penuh kasih sayang membuatkannya. Gelang-gelang asap rokok yang melayang saya masukkan ke lengan. Yah, karena terbuat dari asap gelang-gelang tersebut pun tercerai-berai dan menebarkan aroma yang membuatku terbuai. Saya sangat menikmati aroma itu!

Perkenalan selanjutnya dengan rokok, seingat saya, yaitu ketika sedang main di rumah adik sepupu saya yang memang seumuran dan menjadi teman bermain sehari-hari. Saat itu kami bermain di dalam truk milik ayahnya. Secara tidak sengaja, kami menemukan sekotak rokok beserta korek apinya. Saat itu sebenarnya kami tahu bahwa kami tidak boleh mengkonsumsi rokok tersebut karena selain rokok itu bukan milik kami, tetapi juga rokok itu, kata orang-orang dewasa, tidak baik untuk anak kecil. Oh ya, waktu itu kami mungkin masih duduk di bangku kelas 4 SD. Tapi, naluri kami untuk berbuat 'nakal' muncul juga. Adik saya mengambil sebatang, kemudian disulut dan dihisapnya rokok tersebut. Oh, betapa nikmatnya pikirku. Adikku pun serta-merta menikmatinya. Tidak mau kalah, saya pun mengambilnya sebatang dan melakukan persis yang sudah lebih dulu dilakukan oleh adik saya. Namun yang terjadi ialah saya terbatuk yang menjadi-jadi. Gila! Kenapa tidak ada nikmatnya sama sekali?! Yang ada malah dada dan tenggorokan saya sakit sekali!! (kejadian tersebut, setelah sedikit 'dewasa', saya tahu bahwa ternyata ada kesalahan teknis saat menghisapnya).

Perkenalan berikutnya, saat saya mulai duduk di bangku kelas 6 SD. Ketika itu, atas dasar pemikiran bahwa saya dan beberapa teman sekelas menyadari akan menghadapi EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) atau yang sekarang sering disebut UN (Ujian Nasional) maka kami sepakat untuk belajar bersama. Belajar bersama yang kami rencanakan ialah membacara materi-materi pelajaran dan berdiskusi tentang soal-soal yang diberikan oleh guru-guru kami secara bersama-sama, di luar KBM (Kegiatan Belajar-Mengajar) di kelas. Kami bersepakat belajar bersama ini akan dilakukan setiap malam minggu, dan masing-masing dari kami bergantian menjadi tuan rumahnya. Malam pertama kami belajar bersama dilaksanakan di rumah salah seorang teman yang ayahnya mempunyai usaha membuka toko kelontong. Pada awalnya, belajar bersama kami lakukan dengan sangat serius. Hingga akhirnya setelah sekitar 2 jam dan jam dinding menunjuk angka 9 lebih sedikit, kami memutuskan untuk istirahat. Kami lantas membahas keesokan paginya untuk main ke pantai (karena jarak rumah kami dari pantai cukup dekat, sekitar 3-4 km).

Saat kami membahas tentang pantai, tiba-tiba teman saya yang menjadi tuan rumah melemparkan sekotak penuh rokok mild yang baru saja diambilnya dari toko ayahnya ke atas meja belajar. Kami semua langsung saling lempar pandang, berpikir apa maksud semua itu. Ternyata, teman saya tersebut menawarkan rokoknya secara gratis. Mungkin bukan sebuah penawaran bagi saya karena pada saat itu terlontar kata-kata, "Yang tidak mau merokok, berarti bukan teman!" Yah, mau tidak mau akhirnya saya ikut mengambil sebatang. Secara bergantian, satu per satu dari kami menyulut rokok tersebut. Beberapa dari kami memang seorang newbie, alias baru pertama kali merokok jadi terlihat canggung dan ada pula yang mengalami keadaan seperti saya waktu pertama kali menghisap rokok, terbatuk-batuk. Kami saling menyemangati, dan akhirnya semua dari kami telah bisa menikmati 'racun nikmat' itu, tak terkecuali saya! Setelah tubuh kami sukses tertanam 'bom waktu' yang bernama nikotin, kami tertidur pulas.

Keesokan paginya setelah sholat shubuh, kami bersepeda sejauh 3-4 km menuju pantai. Sesampainya di sana, deburan ombak pantai selatan Jawa dan angin yang semribit menyambut kami. Dingin rasanya tubuh kami diterjang angin pantai pagi hari. Ternyata, teman saya (yang jadi tuan rumah) membawa bekal rokok dan dia menyulut dan menghisapnya seorang diri untuk 'menghangatkan' badan. Kontan saja, saya dan yang lainnya ikut meminta rokok yang dibawanya. Tapi, ups! boleh saja kita mendapatkan rokoknya, asal... bayar! Yeah, baru saja tadi malam kita dikasih gratis, sekarang disuruh bayar! Dasar! :-/ Apa boleh buat, yang ingin rokok akhirnya bayar juga per batang Rp 150,-. Dan saya, juga ikut bayar! Mungkinkah saya mulai ketagihan rokok? Jawabanya: ada pada episode selanjutnya :-p

Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar